SEJARAH SINGKAT KABUPATEN DAIRI - SIDIKALANG
A. Sebelum
Penjajahan Belanda
Pemerintahan
di Dairi telah ada jauh sebelum kedatangan penjajahan Belanda. Walaupun saat
itu belum dikenal sebutan Wilayah/Daerah Otonomi, tetapi kehadiran sebuah
pemerintahan pada zaman tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya
pengakuan terhadap Raja-raja Adat. Pemerintahan masa itu dikendalikan oleh Raja
Ekuten/Takal Aur/Kampung/Suak dan Pertaki sebagai raja-raja adat merangkap
sebagai Kepala Pemerintahan.
Adapun
struktur Pemerintahan masa itu diuraikan sebagai berikut :
1.
Raja Ekuten,
sebagai pemimpin satu wilayah (suak) atau yang terdiri dari beberapa
suku/kuta/kampong Raja Ekuten disebut juga Takal Aur, yang merupakan Kepala
Negeri.
2.
Pertaki,
sebagai pemimpin satu Kampung, setingkat dibawah Raja Ekuten.
3.
Sulang
Silima, sebagai pembantu pertaki pada setiap kuta (Kampung), yang terdiri dari
: 1) Perisang-isang; 2) Perekur-ekur; 3) Pertulan tengah; 4) Perpunca ndiadep;
5) Perbetekken.
Menurut
berbagai literatur sejarah bahwa wilayah Dairi sangat luas dan pernah jaya
dimasa lalu. Sesuai dengan Struktur Organisasi Pemerintahan tersebut di atas,
maka wilayah Dairi dibagi atas 5 (lima) wilayah (suak/aur) yaitu :
1.
Suak/Aur
SIMSIM, meliputi wilayah : Salak, Kerajaan, Siempat Rube, Sitellu Tali Urang
Jehe, Sitellu Tali Urang Julu dan Manik.
2.
Suak/Aur
PEGAGAN dan Kampung Karo, meliputi wilayah : Silalahi, Paropo, Tongging,
Pegagan Jehe dan Tanah Pinem.
3.
Suak/Aur
KEPPAS, meliputi wilayah : Sitellu Nempu, Silima Pungga-Pungga, Lae Luhung dan
Parbuluan.
4.
Suak/Aur
BOANG, meliputi wilayah : Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat Kajang, Belenggen,
Gelombang Runding dan Singkil (saat ini Wilayah Aceh)
5.
Suak/Aur
KLASEN, meliputi wilayah : Sienem koden, Manduamas dan Barus
B. Masa
Penjajahan Belanda
Pada masa
perjuangan melawan penjajahan Belanda, sejarah mencatat bahwa Raja
Sisisngamangaraja XII semasa hidupnya cukup lama berjuang di Daerah Dairi,
karena wilayah Bakkara dan wilayah Toba pada umumnya telah dibakar habis dan
dikuasai oleh Belanda. Kondisi tersebut tidak memungkinkan lagi untuk bertahan
dan meneruskan perjuangannya, sehingga beliau hijrah ke Dairi, beliau wafat
pada tanggal 17 Juni 1907 di Ambalo Sienem Koden yang ditembak atas perintah
komandan Batalion Marsuse Belanda, Kapten Cristofel.
Pada masa
penjajahan Belanda yang terkenal dengan politik Devide Et Impera, maka
nilai-nilai, pola dan struktur Pemerintahan di Dairi mengalami perubahan yang
sangat cepat dengan mengacu pada system dan pembagian wilayah Kerajaan Belanda,
maka Dairi saat ini ditetapkan pada suatu Onder Afdeling yang dipimpin seorang
Cotroleur berkebangsaan Belanda dan dibantu oleh seorang Demang dari penduduk
Pribumi/Bumi Putra. Kedua pejabat tersebut dinamai Controleur Der Dairi Landen
dan Demang Der Dairi Landen.
Pemerintah
Dairi landen adalah sebagian dari wilayah Pemerintahan Afdeling Batak Landen
yang dipimpin Asisten Residen Batak Landen yang berpusat di Tarutung. Sistem
ini berlaku sejak dimulainya perjuangan pahlawan Raja Sisingamangaraja XII dan
berlaku juga sampai penyerahan Belanda atas penduduk Nippon (Jepang) pada tahun
1942.
Selama
penjajahan Belanda inilah Daerah Dairi mengalami sangat banyak penyusutan
wilayah, karena politik penjajahan kolonial Belanda yang membatasi serta
menutup hubungan dengan wilayah-wilayah Dairi lainnya yaitu :
1. Tongging, menjadi wilayah Tanah
Karo;
2. Manduamas dan Barus, menjadi wilayah
Tapanuli Tengah;
3. Sienem Koden (Parlilitan), menjadi
wilayah Tapanuli Utara;
4. Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat
Kajang, Gelombang, Runding dan Singkil menjadi wilayah Aceh.
Setelah
kolonial Belanda menguasai Daerah Dairi, maka untuk kelancaran Pemerintahan
Hindia Belanda membagi Onder Afdeling Dairi menjadi 3 (tiga) Onder Districk,
yaitu :
1. Onder Districk Van Pakpak, meliputi 7 kenegerian yakni :
1.1. Kenegerian Sitellu Nempu;
1.2. Kenegerian Siempat Nempu Hulu;
1.3. Kenegerian Siempat Nempu;
1.4. Kenegerian Silima Pungga-Pungga;
1.5. Kenegerian Pegagan Hulu;
1.6. Kenegerian Parbuluan;
1.7. Kenegerian Silalahi Paropo;
2. Onder Districk Van Simsim, meliputi 6 (enam) Kenegerian yakni :
2.1. Kenegerian Kerajaan;
2.2. Kenegerian Siempat Rube;
2.3. Kenegerian Mahala Majanggut;
2.4. Kenegerian Sitellu Tali Urang Jehe;
2.5. Kenegerian Salak;
2.6. Kenegerian Ulu Merah dan Salak Penanggalan;
3. Onder Districk Van Karo Kampung, meliputi 5 (lima) Kenegerian, yakni :
3.1. Kenegerian Lingga (Tigalingga);
3.2. Kenegerian Tanah Pinem;
3.3. Kenegerian Pegagan Hilir;
3.4. Kenegerian Juhar Kedupan Manik;
3.5. Kenegerian Lau Juhar.
1. Onder Districk Van Pakpak, meliputi 7 kenegerian yakni :
1.1. Kenegerian Sitellu Nempu;
1.2. Kenegerian Siempat Nempu Hulu;
1.3. Kenegerian Siempat Nempu;
1.4. Kenegerian Silima Pungga-Pungga;
1.5. Kenegerian Pegagan Hulu;
1.6. Kenegerian Parbuluan;
1.7. Kenegerian Silalahi Paropo;
2. Onder Districk Van Simsim, meliputi 6 (enam) Kenegerian yakni :
2.1. Kenegerian Kerajaan;
2.2. Kenegerian Siempat Rube;
2.3. Kenegerian Mahala Majanggut;
2.4. Kenegerian Sitellu Tali Urang Jehe;
2.5. Kenegerian Salak;
2.6. Kenegerian Ulu Merah dan Salak Penanggalan;
3. Onder Districk Van Karo Kampung, meliputi 5 (lima) Kenegerian, yakni :
3.1. Kenegerian Lingga (Tigalingga);
3.2. Kenegerian Tanah Pinem;
3.3. Kenegerian Pegagan Hilir;
3.4. Kenegerian Juhar Kedupan Manik;
3.5. Kenegerian Lau Juhar.
C. Masa
Pemerintahan Penduduk Jepang
Setelah
jatuhnya Hindia Belanda atas pendudukan Dai Nippon, maka pemerintahan Belanda
digantikan oleh Militerisme Jepang. Secara umum pemerintahan Bala Tentara
Jepang membagi wilayah Indonesia dalam 3 bagian yaitu :
1. Daerah yang meliputi Jawa, berada di
bawah kekuasaan Angkatan Darat yang berkedudukan di Jakarta;
2. Daerah yang meliputi pulau Sumatera,
berada di bawah kekuasaan Angkatan Darat yang berkedudukan di Tebing Tinggi;
3. Daerah daerah selebihnya berada di bawah kekuasaan
Angkatan Laut yang berkedudukan di Makassar.
Pada masa
itu pemerintahan Jepang di Dairi memerintah cukup kejam dengan menerapkan kerja
paksa membuka jalan Sidikalang sepanjang lebih kurang 65 km, membayar upeti dan
para pemuda dipaksa masuk Heiho dan Giugun untuk bertempur melawan Militer
Sekutu.
Pada masa
Pemerintahan Jepang pada dasarnya tidak terdapat perubahan prisipil dalam
susunan Pemerintahan di Dairi. Karena tidak berubah susunan/struktur
Pemerintahan di Dairi, tetapi mengganti jabatan lama, antara lain yaitu :
·
Demang
diganti menjadi GUNTYO
·
Asisten
Demang diganti menjadi HUKU GUNTY
·
Kepala
Negeri diganti menjadi BUN DANYTO
·
Kepala
Kampung diganti menjadi KUNTYO
Hal yang
menarik dalam pengaturan tingkat Pemerintahan pada masa penjajahan Jepang
adalah wilayah/Daerah Propinsi dihapus dan wilayah Keresidenan tingkatan yang
tertinggi. Nama wilayah juga diganti dengan bahasa Jepang yaitu :
·
Keresidenan,
diganti menjadi Syuu dan residen disebut Syuu-Co
·
Kabupaten,
diganti menjadi Ken dan Bupati disebut Ken-Co
·
Kewedanaan,
diganti menjadi Gun dan Wedana disebut Gun-Co
·
Kecamatan,
diganti menjadi Son dan Camat disebut Son-Co
D.Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
Setelah
kemerdekaan diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, maka pasal 18 UUD 1945
menghendaki dibentuknya Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintahan
Daerah, sehingga sebelum Undang-Undang tersebut dibentuk oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya tanggal 19 Agustus 1945 menetapkan Daerah
Republik Indonesia untuk sementara dibagi atas 8 (delapan) Propinsi yang
masing-masing dikepalai oleh seorang Gubernur. Daerah Propinsi dibagi dalam
Keresidenan yang dikepalai seorang Residen. Gubernur dan Residen dibantu ileh
Komite Nasional Daerah.
1. Berlakunya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945
Mengingat
keadaan pada masa tersebut Belanda masih ingin menjajah kembali di Indonesia,
sementara Undang-Undang belum dibentuk, maka dikeluarkanlah Maklumat Wakil
Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 tentang pemberian kekauasaan legislative
kepada Komite Nasional Indonesia Pusat, untuk mempertegas kedudukannya yang
pada waktu dianggap sebagai Dewan Perwakilan Rakyat. Sehubungan dengan
dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X tersebut maka kedudukan Komite
Nasional Daerah pun perlu ditegaskan. Untuk keperluan inilah maka dikeluarkan
Undang-Undang No. 1 tahun 1945 tentang kedudukan Komite Nasional Daerah.
Sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1945, maka di Dairi dibentuk Komite Nasional
Daerah untuk mengatur Pemerintah dalam mengisi Kemerdekaan dengan susunan
sebagai berikut :
Ketua Umum : Jonathan Ompu Tording Sitohang
Ketua I : Djauli Manik
Ketua II : Noeh Hasibuan
Ketua III : Raja Elias Ujung
Sekretaris I : Tengku Lahuami
Sekretaris II : Gr. Gindo Muhammad Arifin
Bendahara I : Mula Batubara
Bendahara II : St. Stepanus Sianturi
Ketua Umum : Jonathan Ompu Tording Sitohang
Ketua I : Djauli Manik
Ketua II : Noeh Hasibuan
Ketua III : Raja Elias Ujung
Sekretaris I : Tengku Lahuami
Sekretaris II : Gr. Gindo Muhammad Arifin
Bendahara I : Mula Batubara
Bendahara II : St. Stepanus Sianturi
Untuk
melengkapi dan menampung aspirasi rakyat Dairi, dipulih pula anggota komisi
sebanyak 35 orang yang tersebar di Daerah Dairi dan setiap Kewedanaan dibentuk
pula pembantu Komite Nasional Daerah.
Tugas utama
dari Komite Nasional Daerah adalah :
1. Mempersiapkan pemilihan Dewan Negeri;
2. Menyelesaikan Pemilihan Kepala Kampung;
3. Membentuk Pemerintahan dan Badan Perjuangan;
1. Mempersiapkan pemilihan Dewan Negeri;
2. Menyelesaikan Pemilihan Kepala Kampung;
3. Membentuk Pemerintahan dan Badan Perjuangan;
2. Masa
Agresi Militer I
Pada masa
Agresi Militer pertama yakni tanggal 6 Juli 1947 Belanda telah menguasai
Sumatera Timur sehingga masyarakat Dairi yang berada di sana mengungsi kembali
ke Dairi. Untuk menyelenggarakan Pemerintahan serta menghadapi perang melawan
Agresi Belanda, maka Residen Tapanuli saat itu Dr. Ferdinand Lumbantobing,
selaku Gubernur Militer Sumatera Timur dan Tapanuli, menetapkan Residen
Tapanuli menjadi empat (4) Kabupaten yaitu :
1. Kabupaten
Dairi
2. Kabupaten Toba Samosir
3. Kabupaten Humbang
4. Kabupaten Silindung.
2. Kabupaten Toba Samosir
3. Kabupaten Humbang
4. Kabupaten Silindung.
Berdasarkan
surat Residen Tapanuli Nomor 1256 tanggal 12 September 1947, maka ditetapkanlah
PAULUS MANURUNG sebagai Kepala Daerah Tk. II pertama di Kabupaten Dairi yang
berkedudukan di Sidikalang, terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1947 (catatan :
hari bersejarah ini berdasarkan kesepakatan pemerintah dan masyarakat kelak
dikukuhkan sebagai hari jadi Kabupaten Dairi, melalui Keputusan DPRD Kab. Dati
II Dairi Nomor 4/K-DPRD/1997 tanggal 26 April 1977).
Kabupaten
Dairi saat itu dibagi menjadi tiga (3) Kewedanaan yaitu :
1)
Kewedanaan Sidikalang dipimpin oleh J.O.T Sitohang.
Kewenangan
Sidikalang dibagi atas 2 (dua) kecamatan, yaitu:
a. Kecamatan Sidikalang, dipimpin oleh Tahir Ujung
b. Kecamatan Sumbul, dipimpin oleh Mangaraja Lumbantobing
a. Kecamatan Sidikalang, dipimpin oleh Tahir Ujung
b. Kecamatan Sumbul, dipimpin oleh Mangaraja Lumbantobing
2)
Kewedanaan Simsim, dipimpin oleh Raja Kisaran Massy Maha. Kewedanaan Simsim
dibagi atas 2 (dua) kecamatan, yaitu :
a. Kecamatan Kerajaan, dipimpin oleh Raja Kisaran Massy Maha
b. Kecamatan Salak, dipimpin oleh Poli Karpus Panggabean
a. Kecamatan Kerajaan, dipimpin oleh Raja Kisaran Massy Maha
b. Kecamatan Salak, dipimpin oleh Poli Karpus Panggabean
3)
Kewedanaan Karo Kampung, dipimpin oleh Gading Barklomeus Pinem. Kewedanaan Karo
Kampung, dibagi atas dua (2) kecamatan, yaitu :
a. Kecamatan Tigalingga, dipimpin oleh Ngapid Dapid Tarigan
b. Kecamatan Tanah Pinem, dipimpin oleh Johannes Pinem
a. Kecamatan Tigalingga, dipimpin oleh Ngapid Dapid Tarigan
b. Kecamatan Tanah Pinem, dipimpin oleh Johannes Pinem
3. Masa
Agresi Militer II
Pada Masa
Agresi Militer II Belanda, maka hampir seluruh wilayah Indonesia dapat dikuasai
kembali oleh Belanda, demikian juga halnya di Dairi bahwa pada tanggal 23
Desember 1948 Belanda telah berhasil menduduki Kota Sidikalang dan Tigalingga,
sehingga saat itu Kepala Daerah Tk. II Dairi, Paulus Manurung menyerah
sedangkan sebagian besar masyarakat serta Pegawai Pemerintah mengungsi dari
Kota Sidikalang untuk menghindari serangan Belanda.
Untuk
menyusun strategi melawan Agresi Belanda, maka Mayor Selamat Ginting selaku
komandan sektor III sub teritorium VII memanggil Gading Barklomeus Pinem dan
J.S. Meliala ke Kampung Jandi Tanah Karo. Berdasarkan surat perintah komandan
sektor III sub teritorian VII tanggal 11 Januari 1949 Nomor 2/PM/1949
diangkatlah G.B.Pinem sebagai Kepala Pemerintahan Militer di Dairi dan J.S
Meliala sebagai Sekretaris.
Untuk lebih menyempurnakan Pemerintahan Militer
menghadapi Agresi Belanda maka Dairi dimekarkan dari 6 (enam) Kecamatan menjadi
12 (dua belas) Kecamatan. Menjelang penyerahan (baca : pengakuan) kedaulatan
wilayah Indonesia oleh Belanda, maka Pemerintah Militer di Dairi kembali ke
Pemerintahan Sipil. Sebagai Kepala Pemerintahan Dairi adalah Raja Kisaran Massy
Maha yang kemudian digantikan oleh Jonathan Ompu Tording Sitohang pada tanggal
10 Desember 1949. Pada masa tersebut Wilayah Kecamatan di Kabupaten diciutkan
dari 12 (dua belas) Kecamatan menjadi 8 (delapan) Kecamatan, yaitu :
1. Kecamatan
Sidikalang, ibukotanya Sidikalang dipimpin oleh Asisten Wedana, M. Bakkara;
2. Kecamatan Sumbul, ibukotanya Sumbul dipimpin oleh Wedana, Bonipasius Simangunsong;
3. Kecamatan Salak, ibukotanya Salak dipimpin oleh Asisten Wedana, Poli Karpus Panggabean;
4. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukaramai dipimpin oleh Asisten Wedana, Wal Mantas Habeahan;
5. Kecamatan Tiga Lingga, ibukotanya Tigalingga dipimpin oleh Asisten Wedana, Gayur Silaen;
6. Kecamatan Tanah Pinem, ibukotanya Kuta Buluh dipimpin oleh Asisten Wedana, Ngapid David Tarigan;
7. Kecamatan Silima Pungga-Pungga, ibukotanya Parongil dipimpin oleh Asisten Wedana Alex Sitorus;
8. Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Buntu Raja dipimpin oleh Asisten Wedana, Urbanus Rajagukguk.
2. Kecamatan Sumbul, ibukotanya Sumbul dipimpin oleh Wedana, Bonipasius Simangunsong;
3. Kecamatan Salak, ibukotanya Salak dipimpin oleh Asisten Wedana, Poli Karpus Panggabean;
4. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukaramai dipimpin oleh Asisten Wedana, Wal Mantas Habeahan;
5. Kecamatan Tiga Lingga, ibukotanya Tigalingga dipimpin oleh Asisten Wedana, Gayur Silaen;
6. Kecamatan Tanah Pinem, ibukotanya Kuta Buluh dipimpin oleh Asisten Wedana, Ngapid David Tarigan;
7. Kecamatan Silima Pungga-Pungga, ibukotanya Parongil dipimpin oleh Asisten Wedana Alex Sitorus;
8. Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Buntu Raja dipimpin oleh Asisten Wedana, Urbanus Rajagukguk.
Setelah
situasi dan kondisi kembali normal dari pergolakan Agresi Militer dengan adanya
pengakuan kedaulatan, maka sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948
yaitu Undang-Undang pokok tentang Pemerintahan Daerah yang sebenarnya telah
mulai berlaku sejak diumumkan pada tanggal 1 April 1950, Kabupaten Dairi
menjadi bagian dari wilayah hokum Kabupaten Tapanuli Utara.
Akan tetapi
berhubung pemulihan Pemerintahan RI akan terjadi, K.M. Maha dipanggil Residen
Tapanuli ke Sibolga dan tidak kembali lagi melaksanakan tugas sebagai Kepala
Pemerintahan Militer Kabupaten Dairi, sehingga J.O.T. Sitohang diangkat menjadi
Kepala Daerah Tk. II Dairi.
Perubahan
struktru Pemerintahan setelah penyerahan kedaulatan Republik Indonesia serta
pemulihan keamanan bahwa Kecamatan tetap 8 (delapan), Kewedanaan dihapus,
Kenegerian dan Kampung berjalan sebagaimana biasa.
4. Masa
Pemberontakan PRRI
Kemudian
peristiwa terjadi pada tahun 1958, karena timbulnya peristiwa pemberontakan
PPRI yang mengakibatkan terputusnya hubungan antara Sidikalang (Dairi) dengan
Tarutung sebagai ibukotanya Tapanuli Utara. Atas kondisi rawan tersebut, maka
untuk menjaga kevakuman Pemerintahan oleh Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara
dengan suratnya Nomor 656/UPS/1958 tanggal 28 Agustus 1958 mengambil kebijakan
penting dalam Pemerintahan dengan menetapkan Daerah Dairi menjadi Wilayah
Administratif yaitu ; Coordinator Schaap, yang secara langsung berurusan dengan
Propinsi Sumatera Utara. Untuk mengisi Coordinator Schaap Pemerintahan di Dairi
dihunjuk sebagai pimpinan adalah Nasib Nasution (Pati pada Kantor Gubernur
Sumatera Utara), dan tidak begitu lama diangkatlah Djauli Manik sebagai Schaap
Pemerintahan Dairi.
5.
Perjuangan Pembentukan Daerah Otonom
Sejak tahun
1958, aspirasi masyarakat Dairi untuk memperjuangkan Daerahnya sebagai
Kabupaten yang Otonom tetap tumbuh berkembang dengan mengutus pertama Tokoh
masyarakat ke Jakarta untuk menyampaikan hasrat dimaksud agar disetujui.
Aspirasi dan tuntutan tersebut terus berkembang sampai tahun 1964 dan saat itu
tokoh masyarakat, Mengantar Dairi Solin, dkk diutus dan berangkat ke Jakarta
untuk memperjuangkannya di Departemen Dalam Negeri. Akhirnya pertimbangan
persetujuan pemerintah pusat c.q Menteri Dalam Negeri saat itu Bpk. Sanusi
Hardjadinata yang pada tahun itu menyetujui Daerah Otonom Kabupaten yang
terpisah dari Kabupaten Tapanuli Utara.
Dalam
situasi tersebut dikeluarkan Undang-Undang darurat yaitu Peraturan Pemerintah
pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor. 4 tahun 1964 tanggal 13 Pebruari 1964
tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi dan pemilihan Bupati yang
Defenitif, maka diangkatlah Rambio Muda Aritonang sebagai pejabat Bupati KDH
Dairi setelah beliau selesai menyusun Anggota DPRD sebanyak 20 orang,
dilanjutkan dengan pemilihan Bupati.
Saat itulah
terpilih Mayor Raja Nembah Maha, yang memperoleh suara terbanyak menjadi Bupati
KDH Tingkat II Dairi dan Wal Mantas Habeahan terpilih sebagai Sekretaris
Daerah.
Kemudian
oleh Pemerintah Pusat dan DPR RI, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor.15 Tahun
1964 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi (sebagai Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1964).
Peresmian
Kabupaten Daerah Tingkat II Otonom dilakukan oleh Gubernur Sumatera Utara oada
tanggal 2 Mei 1964 bertempat di Gedung Nasional Sidikalang.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat
II Dairi, yang berlaku surat mulai tanggal 1 Januari 1964, maka wilayah
Kabupaten Dairi pada saat pembentukannya terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan
yaitu:
1. Kecamatan
Sidikalang, ibukotanya Sidikalang;
2. Kecamatan Sumbul, ibukotanya Sumbul;
3. Kecamatan Tigalingga, ibukotanya Tigalingga;
4. Kecamatan Tanah Pinem, ibukotanya Kutabuluh;
5. Kecamatan Salak, ibukotanya Salak;
6. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukarame;
7. Kecamatan Silima Pungga-Pungga, ibukotanya Parongil;
8. Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Bunturaja;
2. Kecamatan Sumbul, ibukotanya Sumbul;
3. Kecamatan Tigalingga, ibukotanya Tigalingga;
4. Kecamatan Tanah Pinem, ibukotanya Kutabuluh;
5. Kecamatan Salak, ibukotanya Salak;
6. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukarame;
7. Kecamatan Silima Pungga-Pungga, ibukotanya Parongil;
8. Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Bunturaja;
6.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
Pada masa
berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di
Daerah, maka telah ditetapkan dalam pasal 75 bahwa pembentukan, Nama, Batas,
Sebutan, Ibukota Wilayah Administratif (termasuk Kecamatan) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Proses
pembentukan Kecamatan diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
138-210 tahun 1982 tanggal 3 Maret 1982 tentang Tata Cara Pembentukan Kecamatan
dan Perwakilan Kecamatan maupun Surat Edaran Mendagri Nomor 138/2603/PUOD
tanggal 7 Juli 1981, Perihal; Prosedur Penyelesaian masalah pembentukan Wilayah
Kecamatan.
Sejalan
dengan perkembangan jumlah penduduk, meningkatkan kegiatan pembangunan dan
semakin bertambahnya volume tugas Pemerintahan, maka wilayah Kabupaten Dairi
dari 8 (delapan) Kecamatan agar dibentuk 4 (empat) Perwakilan Kecamatan baru
sebagai pemekaran dari 4 (empat) Kecamatan yaitu:
1. Perwakilan Kecamatan Parbuluan
dengan ibukotanya Sigalingging, sebagai pemekaran dari Kecamatan Sidikalang;
2. Perwakilan Kecamatan Pegagan Hilir
dengan ibukotanya Tigabaru, sebagai pemekaran dari Kecamatan Tinga Lingga;
3. Perwakilan Kecamatan Siempat Nempu
Hulu dengan ibukotanya Silumboyah, sebagai pemekaran dari Kecamatan Siempat
Nempu;
4. Perwakilan Kecamatan Siempat Nempu
Hilir dengan ibukotanya Sopo Butar, sebagai pemekaran dari Kecamatan Siempat
Nempu.
Sesuai
dengan Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 138/579/PUOD tanggal 7
Pebruari 1985 perihal Pembentukan Perwakilan Kecamatan di Provinsi Daerah
Tingkat I Sumatera Utara, maka ditetapkanlah Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Sumatera Utara Nomor 138/1373/K/THN 1985 tanggal 25 Maret 1985
tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi. Peresmian 4 (empat)
Perwakilan Kecamatan tersebut dilaksanakan tanggal 25 Mei 1985 oleh pembantu
GUBSU Wilayah II yang dipusatkan di Sigalingging ibukota Perwakilan Kecamatan
Parbuluan.
Dalam rangka
pembinaan dan pengawasan di Wilayah Kecamatan/Perwakilan Kecamatan, maka
dibentuklah 2 (dua) Kantor Pembantu Bupati KDH Tk. II Dairi berdasarkan
Keputusan Dalam Negeri No. 136.22-310 tanggal 9 April 1985 tentang Pembentukan
Wilayah kerja Pembantu Bupati KDH Tk.II Dairi dalam Wilayah Provinsi Dati I
Sumatera Utara dan Keputusan Gubernur KDH Tk.I Sumatera Utara Nomor 061.1.2384
tentang pembentukan pembantu Bupati KDH Tk.II Dairi Wilayah I dan II.
Adapun
pembagian Wilayah pembantu KDH Tk.II saat itu adalah sbb:
A. Wilayah I yang berpusat di
Sumbul, terdiri dari :
1. Kecamatan Sidikalang
2. Kecamatan Sumbul;
3. Kecamatan Salak;
4. Kecamatan Kerajaan;
5. Perw. Kecamatan Parbuluan
1. Kecamatan Sidikalang
2. Kecamatan Sumbul;
3. Kecamatan Salak;
4. Kecamatan Kerajaan;
5. Perw. Kecamatan Parbuluan
B. Wilayah II yang berpusat di
Tigalingga, terdiri dari :
1. Kecamatan Tigalingga;
2. Kecamatan Tanah Pinem;
3. Kecamatan Silima Pungga-Pungga;
4. Kecamatan Siempat Nempu;
5. Perw. Kecamatan Siempat Nempu Hulu;
6. Perw. Kecamatan Siempat Nempu Hilir;
7. Perw. Kecamatan Pegagan Hilir;
1. Kecamatan Tigalingga;
2. Kecamatan Tanah Pinem;
3. Kecamatan Silima Pungga-Pungga;
4. Kecamatan Siempat Nempu;
5. Perw. Kecamatan Siempat Nempu Hulu;
6. Perw. Kecamatan Siempat Nempu Hilir;
7. Perw. Kecamatan Pegagan Hilir;
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1991 tanggal 7 September tahun 1991, maka
perwakilan Kecamatan Parbuluan dipisahkan dan ditingkatkan statusnya menjadi
Kecamatan yang Definitif dan diresmikan oleh Gubernur KDH Tk.I Sumatera Utara
tanggal 30 Oktober 1991 di Sigalingging.
Kemudian
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1992, tanggal 13 Juli 1992,
maka Perwakilan Kecamatan Siempat Nempu Hilir, Siempat Nempu Hulu dan Pegagan
Hilir ditetapkan menjadi Kecamatan Defenitifd dan diresmikan secara terpusat
oleh Gubernur KDH Tk.I Sumatera Utara pada tanggal 19 Oktober 1992 di Kecamatan
Pagaran, Kabupaten Tapanuli Utara.
7.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
Setelah
pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
maka sesuai ketentuan pasal 66 ayat (6) bahwa pembentukan Kecamatan ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
Dengan
mempedomani Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2000 tentang pedoman
Pembentukan Kecamatan, maka menyikapi Aspirasi masyarakat yang telah lama
tumbuh dan berkembang di Kecamatan Silima Pungga-Pungga dan Kecamatan Salak
dibentuklah 2 (dua) Kecamatan baru di Kabupaten Dairi yaitu Kecamatan Lae
Parira, sebagai pemekaran dari Kecamatan Silima Pungga-Pungga dan Kecamatan
Sitellu Tali Urang Jehe, sebagai pemekaran dari Kecamatan Salak, kedua
kecamatan ini ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 33 Tahun 2000
tentang pembentukan Kecamatan Lae Parira dan Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe.
Mengawali
berlakunya Otonomi Daerah Kabupaten Dairi telah diresmikan secara definitive
pembentukan 2 (dua) kecamatan baru tersebut yaitu Kecamatan Lae Parira yang
diresmikan Bupati Dairi pada tanggal 13 Pebruari 2001 di Lae Parira (ibukota
Kecamatan Lae Parira) dan Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, yang diresmikan
pada tanggal 15 Pebruari 2001 di Sibande (ibukota Kecamatan Sitellu Tali Urang
Jehe).
Selanjutnya
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Dairi Nomor 15 tahun 2002 tentang
pembentukan Kecamatan Berampu dan Kecamatan Gunung Sitember, maka Bupati Dairi
meresmikan Kecamatan Gunung Sitember, tanggal 11 Maret 2003 di desa Gunung
Sitember (ibukota kecamatan). Dan meresmikan Kecamatan Berampu pada tanggal 10
April 2003 di Desa Berampu (ibukota Kecamatan).
8.
Pembentukan Kabupaten Pakpak Bharat
Berdasarkan
Undang-Undang RI Nomor 9 tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Nias Selatan,
Kabupaten Pakpak Bharat, dan Kabupaten Humbang Hasundutan di Provinsi Sumut
(lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 29, tambahan lembaran Negara Nomor 4272),
maka telah ditetapkan wilayah Kabupaten Pakpak Bharat yang terdiri dari 3
(tiga) Kecamatan yaitu ;
1. Kecamatan
Sitellu Tali Urang Jehe
2. Kecamatan Kerajaan
3. Kecamatan Salak
2. Kecamatan Kerajaan
3. Kecamatan Salak
Peresmian
Kabupaten Pakpak Bharat serta pelantikan Pejabat Bupati Pakpak Bharat Drs.
Tigor Solin, dilaksanakan pada hari Senin tanggal 28 Juli 2003 di Medan oleh
Mendagri, Hari Sabarno.
Pada tanggal
1 Juni 2004 melalui Sidang Paripurna DPRD Kab. Dairi ditetapkanlah Peraturan
Daerah Kabupaten Dairi Nomor 6 tahun 2004 tentang pembentukan Kecamatan
Silahisabungan sebagai hasil pemekaran dari Kecamatan Sumbul. Kecamatan
Silahisabungan diresmikan Bupati Dairi (DR. M.P. Tumanggor) tanggal 14 Juli
2004 di Silalahi.
Tanggal 31
Agustus 2005 melalui Sidang Paripurna DPRD Kab. Dairi ditetapkan pada Perda
Kab. Dairi No.6 tahun 2005 tentang Pembentukan Kel. Panji Dabutar hasil
Pemekaran dari Kel. Batang Beruh, dan Perda No. 7 Tahun 2005 tentang
Pembentukan Kec. Sitinjo yang merupakan hasil dari Pemekaran dari Kec.
Sidikalang. Kecamatan Sitinjo diresmikan pada tanggal 14 September 2005 oleh
Bupati Dairi (DR. M.P. Tumanggor).
Sampai bulan
Desember 2009, wilayah Kabupaten Dairi terbagi atas : 15 Kecamatan, 8 kelurahan
dan 161 desa.
1. Kecamatan
Sidikalang, ibukotanya Sidikalang
2. Kecamatan Sumbul, ibukotanya Sumbul
3. Kecamatan Silima Pungga-Pungga, ibukotanya Parongil
4. Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Buntu Raja
5. Kecamatan Tigalingga, ibukotanya Tigalingga
6. Kecamatan Tanah Pinem, ibukotanya Kuta Buluh
7. Kecamatan Parbuluan, ibukotanya Sigalingging
8. Kecamatan Pegagan Hilir, ibukotanya Tigabaru
9. Kecamatan Siempat Nempu Hulu, ibukotanya Silumboyah
10. Kecamatan Siempat Nempu Hilir, ibukotanya Sopo Butar
11. Kecamatan Lae Parira, ibukotanya Lae Parira
12. Kecamatan Gunung Sitember, ibukotanya Gunung Sitember
13. Kecamatan Berampu, ibukotanya Berampu
14. Kecamatan Silahisabungan, ibukotanya Silalahi
15. Kecamatan Sitinjo, ibukotanya Sitinjo.
Sumber: Pemerintah Kabuten Dairi - Akses 2019
2. Kecamatan Sumbul, ibukotanya Sumbul
3. Kecamatan Silima Pungga-Pungga, ibukotanya Parongil
4. Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Buntu Raja
5. Kecamatan Tigalingga, ibukotanya Tigalingga
6. Kecamatan Tanah Pinem, ibukotanya Kuta Buluh
7. Kecamatan Parbuluan, ibukotanya Sigalingging
8. Kecamatan Pegagan Hilir, ibukotanya Tigabaru
9. Kecamatan Siempat Nempu Hulu, ibukotanya Silumboyah
10. Kecamatan Siempat Nempu Hilir, ibukotanya Sopo Butar
11. Kecamatan Lae Parira, ibukotanya Lae Parira
12. Kecamatan Gunung Sitember, ibukotanya Gunung Sitember
13. Kecamatan Berampu, ibukotanya Berampu
14. Kecamatan Silahisabungan, ibukotanya Silalahi
15. Kecamatan Sitinjo, ibukotanya Sitinjo.
Sumber: Pemerintah Kabuten Dairi - Akses 2019